Sebagai upaya memahami
implementasi kebijakan publik secara mendalam maka dapat digambarkan dan
dijelaskan melalui implementasi kebijakan dengan fokus kebijakan otonomi
daerah.
Memahami implementasi kebijakan
otonomi daerah, dapat dimulai dari kajian tujuan kebijakan otonomi daerah
terkait dengan konsep desentralisasi.
Pengertian konsep
desentralisasi yang ditinjau dari dua persepektif utama, yaitu :
- Political and administrative perspectives (perspektif politik dan administratif)
- Administrative decentralization perspectives (perspektif desentralisasi administratif)
Definisi desentralisasi perspektif politik menurut Smith
(1985:9), yakni “the transfer of
power, from top level, in a teritorial hierarchy, which could be one of
government within a state, of offices within a large organization.”
(pemindahan kekuasaan dari level atas dalam teritorial
hirarkis yang bisa terdapat dalam sistem pemerintahan di suatu negara atau
dalam sebuah organisasi perkantoran)
Definisi diungkapkan oleh Rondinelli dan Cheema (1983:18)
dengan lebih merujuk pada perspektif administrasi (administrative
decentralization perspective). Dalam bukunya, berjudul Decentralization
and Development : Policy Implementation in Developing Countries, secara
eksplisit mengemukakan bahwa desentralisasi adalah:
The
transfer of planning, decision-making, or administrative authority from control
government to its field organization, local administrative unit, semi
autonomous and parastatal organizations, local government, or non-government
organization.
(perpindahan perencanaan,
pengambilan keputusan atau wewenang administratif dari pihak pemerintah pusat
ke organisasi lapangannya, unit administrasi lokal, organisasi semi-autonom,
pemerintah lokal atau LSM)
Berdasarkan definisi
desentralisasi tersebut, Rondinelli dan Cheema (1983: 18-25), kemudian
merumuskan empat bentuk dari desentralisasi, sebagai berikut:
— Pertama,
adalah deconcentration, yakni distribusi wewenang administrasi di dalam
struktur pemerintah.
— Kedua,
apa yang disebut dengan deligation to semu autonomous and parastatal
organizations, yang berarti pendelegasian otoritas manajemen dan
pengambilan keputusan atas fungsi – fungsi tertentu yang sangat spesifik,
kepada organisasi – organisasi yang secara tidak langsung dibawahi kontrol
pemerintah.
— Bentuk
desentralisasi yang ketiga aadalah devolution, yakni penyerahan fungsi
dan otoritas (the transfer of function and authorities) dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.
— Sedangkan
bentuk desentralisasi yang terakhir adalah swastanisasi, yakni penyerahan
beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab administrasi tertentu
kepada organisasi swasta.
Rumusan desentralisasi yang dikemukakan oleh
Rondinelli dan Cheema, pada tingkat tertentu terlihat memiliki nuansa yang
lebih komprehensif bila dibandingkan dengan definisi desentralisasi yang
dikemukakan oleh Smith (1985), dan Mawhood (1987).
Definisi desentralisasi
tersebut tidak saja menyangkuit penyerahan dan pendelegasian wewenang di dalam
struktur pemerintahan, tetapi juga telah mengakomodasi pendelegasian wewenang
kepada organisasi non-pemerintah, atau bahkan organisasi swasta.
Rondinelli telah mendudukan
aspek teknik, keuangan, dan administrasif sebeagai elemen utama desentralisasi
karena dengan memberikan perhatian khusus pada aspek-aspek tersebut, diyakini
akan mampu menciptakan suatu tatanan organisasi yang kondusif bagi partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks.
Berdasarkan uraian di atas dapat dibedakan antara
definisi desentralisasi berdasarkan perspektif politik dan perspektif
administratif.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa berdasarkan
perspektif politik, desentralisasi telah dedefinisikan sebagai devolusi
kekuasaan, devolution of power, dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah (Mawhood, 1987; Smith, 1985).
Menurut perspektif adminstrasi, desentralisasi
didefinisikan sebagai penyerahan wewenang untuk mengambil keputusan,
perencanaan, dan pengaturan fungsi publik (public function), dari
pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi, kepada pemerintah dan organisasi
non-pemerintah yang berada pada tingkat yang lebih rendah (Rondinelli dan
Cheema, 1983; Conyers, 1986:88).
Lahirnya ide desentralisasi
merupakan sebuah “antithesa” dari sentralisasi.
Sentralisai cenderung
menekankan unifikasi kekuassaan politik ditangan pemerintah pusat, maka dengan
desentralisasi diharapkan akan tercipta “penyebaran” kekuasaan dan wewenang
hingga ketingkat pemerintah daerah.
Secara umum, dapat dibedakan dua
katagori utama dari tujuan desentralisasi, yakni : tujuan politik dan ekonomi.
Secara politis, tujuan dari
desentralisasi untuk memperkuat pemerintah daerah, untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggara pemerintah dan masyarakt,
dan untuk mempertahankan integrasi nasional.
Formulasi tujuan
desentralisasi, sebenarnya sangat didasari ide liberalisme yang menekankan
pentingnya membangun pemerintah daerah yang demokratis sebagai prasyarat bagi
terciptanya demokratisasi pada tingkat nasional.
Tujuan desentralisasi secara
ekonomi menurut Rondinelli (1983:40) adalah untuk meningkatkan kemampuan
pemerintah daerah dalam menyediakan public good and service, serta untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembangunan ekonomi daerah.
Tujuan umum dari desentralisai
tersebut dituturkan dalam bentuk tujuan – tujuan yang lebih spesifik, seperti
diungkapkan Smith (1985) membedakannya berdasarkan tujuan desentralisai dari
sisi kepentingan pemerintah pusat, dan dari sisi kepentingan pemerintah daerah.
Tujuan Desentralisai dari Sisi Kepentingan Pemerintah
Pusat
Dilihat dari sisi kepentingan pemerintah pusat,
sedikitnya ada tiga tujuan utama dari desentralisai.
— Pertama, apa yang dimaksud dengan political
education. Tujuan desentralisasi menurut pandangan Maddich (1963), adalah
untuk mewujudkan “pemahaman politik yang sehat”, healty political
understanding, bagi masyarakat khususnya yang berkaitan dengan mekanisme
penyelenggaraan negara.
Desentralisai mendorong
masyarakt belajar mengenali dan memahami berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan
politik yang mereka hadapi. Masyarakat belajar menghindari atau bahkan menolak
untuk memilih calon anggota legislatif yang tidak memiliki kualifikasi
kemampuan politik yang diharapkan dan belajar mengkritisi berbagai kebijakan
pemerintah, termasuk didalamnya mengkritisi masalah penerimaan dan belanja
daerah.
— Kedua,
desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah pusat adalah to
provide training in political leadership. Tujuan kedua tersebut bertolak
dari asumsi bahwa pemerintah daerah merupakan wadah yang paling tepat untuk
pelatihan bagi para politisi dan birokrat, sebelum mereka menduduki berbagai
posisi penting di tingkat nasional. Kebijakan desentralisasi, diharapkan akan
mampu memotivasi dan melahirkan calon – calon pemimpin pada aras nasional.
— Ketiga,
desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah pusat adalah to create
political stability. Kebijakan desentralisasi akan mampu mewujudkan
kehidupan sosial yang harmonis dan krhidupan politic yang stabil. Tujuan
desentralisai diharapkan bukan hanya mampu meningkatkan partisipasi
masyarakatdalam pengambilan keputusan di tingkat lokal, tetapi juga mampu
meningkatkan kepekaan dan kemampuan polotik para penyelenggara pemerintah
daerah dalam mengakomodasikan berbagai
tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat. Kondisi kehidupan sosial tersebut,
pada gilirannya akan menjadi prasyarat penting bagi terciptanya stabilitas
politik.
Tujuan Desentralisai dari Sisi Kepentingan Pemerintah
Daerah
- — Tujuan utama desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah untuk mewujudkan political equality. Pelaksanaan desentralisai akan membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal. Masyarakat di daerah dapat mempraktekkan bentuk-bentuk partisipasi politik, misalnya saja, menjadi anggota partai politik dan kelompok kepentingan, dismaping juga mendapatkan kebebasan dalam menyatakan kepentingan, dan aktif dalam proses pengambilan kebijakan.
- Tujuan kedua desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah local accountability. Pelaksanaan desentralisasi akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam meperhatikan hak – hak dari komunitasnya.
- Tujuan ketiga dari desentralisai dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah local reesponsiveness. Salah satu asumsi dari nilai desentralisasi yang ketiga adalah karena pemerintah daerah dianggap mengetahui lebih banyak tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh komunitasnya, maka melalui pelaksannaan desentralisasi diharapkan akan menjadi jalan yang terbaik untuk mengatasi dan sekaligus meningkatkan akselerasi dari pembangunan sosial dan ekonomi di daerah.
— Pemerintah
daerah menurut Mawhood (1987:12), memiliki pemahaman dan informasi yang lebih
mendalam tentang berbagai persoalan yang dihadapi, namun semua ini tidak
memiliki arti bila tidak didukung oleh sumber daya manusia dan keuangan yang
memadai.
— Tujuan
kebijakan otonomi daerah berdasarkan uraian diatas adalah untuk meningkatkan
partisipasi politik ditingkat daerah dalam proses pengambilan keputusan dan
sekaligus mempercepat kesejahteraan masyarakat di daerah dan meningkatkan
pelayanan publik secara lebih efisien dan efektif.
Keberhasilan pencapaian tujuan
kebijakan otonomi daerah, antara lain peningkatan pelayanan publik secara
efektif dan efisien, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat
ditentukan oleh keberhasilan proses implementasi kebijakan otonomi daerah.
- — Implementasi kebijakan otonomi daerah dapat dilihat dari proses interprestasi kebijakan adalah kemampuan pemerintah daerah dalam meneruskan program –program dan tujuan kebijakan otonomi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui kebijakan di tingkat daerah.
- Hubungan antar organisasi yang dinyatakan Cheema & Rondinelli (1985:26), bahwa perlu adanya kejelasan dan konsistensi dalam tujuan dan program.
- Kemampuan untuk meneruskan program melalui kebijakan ditingkat daerah adalah seberapa jauh produk kebijakan di tingkat daerah seperti Peraturan Daerah, Peraturan/Keputusan Bupati dan kebijakan lainnya dapat dibuat dan diimplementasikan dalam rangka meneruskan kebijakan dan program dari pemerintah pusat.
- Pengorganisasian ditandai lancarnya rutinitas pelaksanaan fungsi – fungsi dapat dilihat sebagai tolak ukur keberhasilanm proses implementasi kebijakan otonomi daerah.
- Didalam hubungan antar organisasi menurut Cheema & Rondinelli (1985:26), diperlukan keefektifan dalam perencanaan, penggunaan dan prosedur pelaksanaan, dan dalam karakteristik badan pelaksanaan diperlukan kapasitas mengontrol, mengkoordinasian dan mengintegrasikan sub sub unit, serta dalam penyediaan sumber – sumber daya diperlukan kecukupan dan ketersediaan sumber anggaran.