Minggu, 23 November 2014

Implementasi Otonomi Daerah sebagai Produk Implementasi Kebijakan Publik

Sebagai upaya memahami implementasi kebijakan publik secara mendalam maka dapat digambarkan dan dijelaskan melalui implementasi kebijakan dengan fokus kebijakan otonomi daerah.

Memahami implementasi kebijakan otonomi daerah, dapat dimulai dari kajian tujuan kebijakan otonomi daerah terkait dengan konsep desentralisasi. 

Pengertian konsep desentralisasi yang ditinjau dari dua persepektif utama, yaitu :
    1. Political and administrative perspectives  (perspektif  politik dan administratif)
    2. Administrative decentralization perspectives (perspektif desentralisasi administratif)
Definisi desentralisasi perspektif politik menurut Smith (1985:9), yaknithe transfer of power, from top level, in a teritorial hierarchy, which could be one of government within a state, of offices within a large organization.”

            (pemindahan kekuasaan dari level atas dalam teritorial hirarkis yang bisa terdapat dalam sistem pemerintahan di suatu negara atau dalam sebuah organisasi perkantoran)


Definisi diungkapkan oleh Rondinelli dan Cheema (1983:18) dengan lebih merujuk pada perspektif administrasi (administrative decentralization perspective). Dalam bukunya, berjudul Decentralization and Development : Policy Implementation in Developing Countries, secara eksplisit mengemukakan bahwa desentralisasi adalah:

The transfer of planning, decision-making, or administrative authority from control government to its field organization, local administrative unit, semi autonomous and parastatal organizations, local government, or non-government organization.

            (perpindahan perencanaan, pengambilan keputusan atau wewenang administratif dari pihak pemerintah pusat ke organisasi lapangannya, unit administrasi lokal, organisasi semi-autonom, pemerintah lokal atau LSM)

Berdasarkan definisi desentralisasi tersebut, Rondinelli dan Cheema (1983: 18-25), kemudian merumuskan empat bentuk dari desentralisasi, sebagai berikut:

  Pertama, adalah deconcentration, yakni distribusi wewenang administrasi di dalam struktur pemerintah.
  Kedua, apa yang disebut dengan deligation to semu autonomous and parastatal organizations, yang berarti pendelegasian otoritas manajemen dan pengambilan keputusan atas fungsi – fungsi tertentu yang sangat spesifik, kepada organisasi – organisasi yang secara tidak langsung dibawahi kontrol pemerintah.
  Bentuk desentralisasi yang ketiga aadalah devolution, yakni penyerahan fungsi dan otoritas (the transfer of function and authorities) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
  Sedangkan bentuk desentralisasi yang terakhir adalah swastanisasi, yakni penyerahan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab administrasi tertentu kepada organisasi swasta.

Rumusan desentralisasi yang dikemukakan oleh Rondinelli dan Cheema, pada tingkat tertentu terlihat memiliki nuansa yang lebih komprehensif bila dibandingkan dengan definisi desentralisasi yang dikemukakan oleh Smith (1985), dan Mawhood (1987).

Definisi desentralisasi tersebut tidak saja menyangkuit penyerahan dan pendelegasian wewenang di dalam struktur pemerintahan, tetapi juga telah mengakomodasi pendelegasian wewenang kepada organisasi non-pemerintah, atau bahkan organisasi swasta.

Rondinelli telah mendudukan aspek teknik, keuangan, dan administrasif sebeagai elemen utama desentralisasi karena dengan memberikan perhatian khusus pada aspek-aspek tersebut, diyakini akan mampu menciptakan suatu tatanan organisasi yang kondusif bagi partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks.

Berdasarkan uraian di atas dapat dibedakan antara definisi desentralisasi berdasarkan perspektif politik dan perspektif administratif.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa berdasarkan perspektif politik, desentralisasi telah dedefinisikan sebagai devolusi kekuasaan, devolution of power, dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Mawhood, 1987; Smith, 1985).

Menurut perspektif adminstrasi, desentralisasi didefinisikan sebagai penyerahan wewenang untuk mengambil keputusan, perencanaan, dan pengaturan fungsi publik (public function), dari pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi, kepada pemerintah dan organisasi non-pemerintah yang berada pada tingkat yang lebih rendah (Rondinelli dan Cheema, 1983; Conyers, 1986:88).

Lahirnya ide desentralisasi merupakan sebuah “antithesa” dari sentralisasi.
Sentralisai cenderung menekankan unifikasi kekuassaan politik ditangan pemerintah pusat, maka dengan desentralisasi diharapkan akan tercipta “penyebaran” kekuasaan dan wewenang hingga ketingkat pemerintah daerah.

Secara umum, dapat dibedakan dua katagori utama dari tujuan desentralisasi, yakni : tujuan politik dan ekonomi.

Secara politis, tujuan dari desentralisasi untuk memperkuat pemerintah daerah, untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggara pemerintah dan masyarakt, dan untuk mempertahankan integrasi nasional.

Formulasi tujuan desentralisasi, sebenarnya sangat didasari ide liberalisme yang menekankan pentingnya membangun pemerintah daerah yang demokratis sebagai prasyarat bagi terciptanya demokratisasi pada tingkat nasional.

Tujuan desentralisasi secara ekonomi menurut Rondinelli (1983:40) adalah untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan public good and service, serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembangunan ekonomi daerah.

Tujuan umum dari desentralisai tersebut dituturkan dalam bentuk tujuan – tujuan yang lebih spesifik, seperti diungkapkan Smith (1985) membedakannya berdasarkan tujuan desentralisai dari sisi kepentingan pemerintah pusat, dan dari sisi kepentingan pemerintah daerah.

Tujuan Desentralisai dari Sisi Kepentingan Pemerintah Pusat

Dilihat dari sisi kepentingan pemerintah pusat, sedikitnya ada tiga tujuan utama dari desentralisai.
  Pertama, apa yang dimaksud dengan political education. Tujuan desentralisasi menurut pandangan Maddich (1963), adalah untuk mewujudkan “pemahaman politik yang sehat”, healty political understanding, bagi masyarakat khususnya yang berkaitan dengan mekanisme penyelenggaraan negara.
Desentralisai mendorong masyarakt belajar mengenali dan memahami berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik yang mereka hadapi. Masyarakat belajar menghindari atau bahkan menolak untuk memilih calon anggota legislatif yang tidak memiliki kualifikasi kemampuan politik yang diharapkan dan belajar mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, termasuk didalamnya mengkritisi masalah penerimaan dan belanja daerah.



  Kedua, desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah pusat adalah to provide training in political leadership. Tujuan kedua tersebut bertolak dari asumsi bahwa pemerintah daerah merupakan wadah yang paling tepat untuk pelatihan bagi para politisi dan birokrat, sebelum mereka menduduki berbagai posisi penting di tingkat nasional. Kebijakan desentralisasi, diharapkan akan mampu memotivasi dan melahirkan calon – calon pemimpin pada aras nasional.
  Ketiga, desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah pusat adalah to create political stability. Kebijakan desentralisasi akan mampu mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis dan krhidupan politic yang stabil. Tujuan desentralisai diharapkan bukan hanya mampu meningkatkan partisipasi masyarakatdalam pengambilan keputusan di tingkat lokal, tetapi juga mampu meningkatkan kepekaan dan kemampuan polotik para penyelenggara pemerintah daerah dalam mengakomodasikan  berbagai tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat. Kondisi kehidupan sosial tersebut, pada gilirannya akan menjadi prasyarat penting bagi terciptanya stabilitas politik.

Tujuan Desentralisai dari Sisi Kepentingan Pemerintah Daerah
  1. Tujuan utama desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah untuk mewujudkan political equality. Pelaksanaan desentralisai akan membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal. Masyarakat di daerah dapat mempraktekkan bentuk-bentuk partisipasi politik, misalnya saja, menjadi anggota partai politik dan kelompok kepentingan, dismaping juga mendapatkan kebebasan dalam menyatakan kepentingan, dan aktif dalam proses pengambilan kebijakan. 
  2. Tujuan kedua desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah local accountability. Pelaksanaan desentralisasi akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam meperhatikan hak – hak dari komunitasnya. 
  3.  Tujuan ketiga dari desentralisai dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah local reesponsiveness. Salah satu asumsi dari nilai desentralisasi yang ketiga adalah karena pemerintah daerah dianggap mengetahui lebih banyak tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh komunitasnya, maka melalui pelaksannaan desentralisasi diharapkan akan menjadi jalan yang terbaik untuk mengatasi dan sekaligus meningkatkan akselerasi dari pembangunan sosial dan ekonomi di daerah.
  Pemerintah daerah menurut Mawhood (1987:12), memiliki pemahaman dan informasi yang lebih mendalam tentang berbagai persoalan yang dihadapi, namun semua ini tidak memiliki arti bila tidak didukung oleh sumber daya manusia dan keuangan yang memadai.
  Tujuan kebijakan otonomi daerah berdasarkan uraian diatas adalah untuk meningkatkan partisipasi politik ditingkat daerah dalam proses pengambilan keputusan dan sekaligus mempercepat kesejahteraan masyarakat di daerah dan meningkatkan pelayanan publik secara lebih efisien dan efektif.


Keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan otonomi daerah, antara lain peningkatan pelayanan publik secara efektif dan efisien, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat ditentukan oleh keberhasilan proses implementasi kebijakan otonomi daerah.
  1.   Implementasi kebijakan otonomi daerah dapat dilihat dari proses interprestasi kebijakan adalah kemampuan pemerintah daerah dalam meneruskan program –program dan tujuan kebijakan otonomi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui kebijakan di tingkat daerah. 
  2.  Hubungan antar organisasi yang dinyatakan Cheema & Rondinelli (1985:26), bahwa perlu adanya kejelasan dan konsistensi dalam tujuan dan program. 
  3. Kemampuan untuk meneruskan program melalui kebijakan ditingkat daerah adalah seberapa jauh produk kebijakan di tingkat daerah seperti Peraturan Daerah, Peraturan/Keputusan Bupati dan kebijakan lainnya dapat dibuat dan diimplementasikan dalam rangka meneruskan kebijakan dan program dari pemerintah pusat. 
  4.    Pengorganisasian ditandai lancarnya rutinitas pelaksanaan fungsi – fungsi dapat dilihat sebagai tolak ukur keberhasilanm proses implementasi kebijakan otonomi daerah. 
  5.   Didalam hubungan antar organisasi menurut Cheema & Rondinelli (1985:26), diperlukan keefektifan dalam perencanaan, penggunaan dan prosedur pelaksanaan, dan dalam karakteristik badan pelaksanaan diperlukan kapasitas mengontrol, mengkoordinasian dan mengintegrasikan sub sub unit, serta dalam penyediaan sumber – sumber daya diperlukan kecukupan dan ketersediaan sumber anggaran.

1 komentar:

  1. Harrah's Ak-Chin Casino, Phoenix - MapYRO
    Find 구리 출장마사지 the best Harrah's Ak-Chin Casino, Phoenix 안동 출장마사지 location map, history, photos and a 경상남도 출장샵 map to 나주 출장마사지 view 전주 출장안마 it.

    BalasHapus